Tuesday, November 29

PROFIL KAMBOJA

KTT KE-11 ASEAN - PROFIL NEGARA ANGGOTA: KAMBOJA

Bila disebut kata "Kamboja", banyak orang lantas membayangkan sebuah bekas ladang pembantaian manusia yang kini menjadi museum dengan koleksi ribuan bahkan jutaan tengkorak.

Sejarah negara yang berbentuk kerajaan itu sebenarnya telah dimulai sejak beberapa abad lalu, jauh sebelum terjadinya pembantaian manusia di jaman Gerakan Komunis Khmer.

Sebagai suku Khmer, bangsa Kamboja berasal dari perluasan Kekaisaran Angkor di kawasan Asia Tenggara sekitar abad ke-10 dan ke-13 Masehi.

Namun setelah masa itu berlalu, Kamboja melemah akibat diserang oleh bangsa Thai dan Cham (sekarang dikenal dengan Vietnam).

Pada 1863, Raja Kamboja menempatkan negeri itu sebagai daerah protektorat Perancis, kemudian menjadi bagian dari kawasan jajahan Perancis - yang dikenal dengan istilah Indochina - pada 1887. Menyusul pendudukan Jepang dalam Perang Dunia ke-II, Kamboja merdeka dan bergabung ke Perserikatan Perancis pada 1949.

Negara itu secara resmi merdeka sepenuhnya baru pada 9 November 1953.
Setelah pertempuran keras selama lima tahun, Gerakan Komunis Khmer menguasai kota Phnom Penh pada April 1975 dan memerintahkan untuk mengeksekusi semua kota di seluruh negeri.

Akibat perintah itu, setidaknya 1,5 juta orang Kamboja tewas akibat dibunuh, kerja paksa, atau kelaparan selama rejim Khmer yang dipimpin Pol Pot.
Rekam jejak rejim Pol Pot menyerap banyak perhatian dunia, bahkan beberapa film layar lebar mengambil inspirasi dari masa kepemimpinan Pol Pot.

Istilah "the Killing Fields" alias ladang pembantaian juga muncul dari regim Khmer pimpinan Pol Pot, yang membantai ratusan hingga ribuan orang di desa-desa serta kota.

Namun sebenarnya alam negara yang berbatasan dengan Teluk Thailand dan terletak di antara Thailand-Vietnam-Laos itu tidaklah seseram julukan "the Killing Fields".

Dengan luas wilayah 181.040 Km persegi, Kamboja memiliki iklim tropis dan kaya akan sumber daya alam seperti minyak dan gas bumi, tembaga, mangan, phospat, dan potensi kekuatan air - karena terdapat Sungai Mekong River dan Tonle Sap -. Kondisi geografis Kamboja juga didominasi ladang padi serta hutan nan lebat.

Berpenduduk sekitar 13.607.069 orang (perkiraan tahun 2005), Kamboja merupakan negara yang kelompok etniknya mayoritas Khmer (90 persen), Vietnam (5 persen), Cina (1 persen), dan lain-lain.

Nyaris semua penduduk Kamboja memeluk agama Budha Theravada (95 persen), bahasa yang dipergunakan di sana adalah Bahasa Khmer (resmi), Bahasa Perancis, dan Bahasa Inggris.

Jenis pemerintahan di Kamboja yang demokrasi multi-partai baru resmi berdiri dan dibentuk dalam konstitusi kerajaan pada September 1993.

Beribukota di Phnom Penh, pemerintahan daerah terbagi atas 20 provinsi (Banteay Mean Chey, Batdambang, Kampong Cham, Kampong Chhnang, Kampong Spoe, Kampong Thum, Kampot, Kandal, Koh Kong, Kracheh, Mondol Kiri, Otdar Mean Chey, Pouthisat, Preah Vihear, Prey Veng, Rotanakir, Siem Reab, Stoeng Treng, Svay Rieng, Takao) dan empat kabupaten (Keb, Pailin, Phnom Penh, Preah Seihanu).

Saat ini, kepala negara dipegang oleh Raja Norodom Sihamoni (sejak 29 Oktober 2004), sementara kepala pemerintahan dijabat oleh Perdana Menteri Hun Sen (sejak 14 Januari 1985). Sistem kabinet di Kampuchea - sebutan lokal Kamboja - ditunjuk oleh raja namun dalam praktiknya biasanya dipilih oleh perdana menteri.

Tantangan Ekonomi

Sektor ekonomi Kamboja menurun tajam ketika krisis ekonomi terjadi pada tahun 1997-1998, yang disusul kekerasan di kalangan sipil, intrik-intrik politik, dan merosotnya investasi asing serta industri pariwisata.

Sejak tahun 1999, untuk pertama kalinya dalam 30 tahun terakhir, pemerintah mengeluarkan kebijakan reformasi ekonomi. Diperkirakan pertumbuhan ekonomi mencapai angka 5 persen selama tahun 2000-2004.

Pertubuhan ekonomi tersebut sebagian besar merupakan kontribusi sektor garmen dan pariwisata. Ekspor produk-produk pakain asal Kamboja sangat didukung oleh Perjanjian Kesepakatan Kerja Sama Bilateral di bidang Tekstil Kamboja-Amerika Serikat, yang ditandatangani pada 1999.

Perjanjian kerja sama bilateral tersebut memungkinkan kuota terjamin bagi produk tekstil Kamboja yang dikirim ke Amerika Serikat. Selain itu kondisi kerja dan UU Ketenagakerjaan di Kamboja terus dikembangkan agar memenuhi standar internasional pekerja industri tekstil.

Namun dengan terbitnya Perjanjian tentang Tekstil dan Pakaian Jadi oleh WTO pada awal 2005, para produsen tekstil di Kamboja menghadapi tantangan besar karena harus bersaing langsung dengan negara-negara penghasil tekstil yang menawarkan harga lebih murah, yakni Cina dan India.

Menghadapi kemungkinan tersebut, pemerintah Kamboja telah berkomitmen untuk menjalankan kebijakan yang mendukung pelaksanan standar pekerja yang tinggi, guna memenuhi permintaan pelanggan.

Sementara itu sektor pariwisata terus berkembang pesat, dengan peningkatan jumlah turis pada 2004 yang mencapai angka 15 persen.

GDP nasional Kamboja pada tahun 2004 diperkirakan mencapai 26,99 miliar dolar AS - dengan tingkat pertumbuhan 5,4 persen - dan GDP per kapita sekitar 2.000 dolar AS. Berdasarkan komposisinya, GDP Kamboja terdiri atas sektor pertanian (35 persen), industri (30 persen), dan jasa (35 persen).

Dalam hal neraca perdagangan, volume ekspor Kamboja mencapai 2,311 miliar dolar AS (estimasti tahun 2004) dengan produk-produk utama antara lain: pakaian, karet, beras, ikan, dan tembakau. Pangsa pasar ekspor Kamboja adalah Amerika Serikat (55,9 persen), Jerman (11,7 persen), Inggris (6,9persen), Vietnam (4,4 persen), dan Kanada (4,2 persen).

Sedangkan volume impor ditaksir mencapai angka 3,129 miliar dolar AS, dengan komoditas antara lain petroleum, rokok, emas, barang-barang konstruksi, mesin, sepeda motor, dan produk farmasi. Mitra impor terbesar Kamboja adalah Thailand (22,5persen), diikuti Hong Kong (14,1 persen), Cina (13,6 persen), Vietnam (10,9 persen), Singapura (10,8 persen), dan Taiwan (8,4 persen).
Tantangan yang masih sangat mendesak untuk segera dicarikan solusinya oleh pemerintah Kamboja adalah tingkat pendidikan penduduk yang masih rendah, kurangnya tenaga produktif (lebih dari separuh penduduk berumur sekitar 20 tahun atau kurang) terutama di kawasan pedesaan.

Data menyebutkan bahwa sekitar 75 persen populasi Kamboja masih sangat bergantung hidup kepada sektor pertanian.

Selain itu, Kamboja juga tengah menghadapi masalah serius di bidang pemberantasan korupsi. Tercatat pada 2004, negara-negara donor menyalurkan bantuan senilai 504 juta dolar AS guna memberantas praktik korupsi di Kamboja.
Negara yang dipimpin oleh Hun Sen itu juga masih harus berjuang keras menangani penyebaran HIV/AIDS, karena diperkirakan pada 2003 terdapat 170 ribu orang (2,6 persen) yang mengidap penyakit tersebut.

Penggenap ASEAN 10

Dalam KTT informal pertama pemimpin ASEAN yang dilaksanakan di Jakarta pada November 1996, Laos, Kamboja, dan Myanmar secara tidak resmi diterima masuk ke dalam ASEAN.

Kontak senjata di Kamboja pada Juli 1997 menunda bergabungnya negeri itu ke ASEAN, sementara Laos dan Myanmar justru secara resmi diterima sebagai anggota ke-8 dan ke-9. Keanggotaan Kamboja baru disetujui pada Desember 1998 dalam KTT ASEAN ke-6 di Hanoi, Vietnam.

Secara resmi negeri itu pun kemudian bergabung sebagai anggota ASEAN per 30 April 1999, sekaligus melengkapi Visi "ASEAN 10" yang melingkupi semua negara di kawasan Asia Tenggara setelah 30 tahun terbentuk.

Sebelum menjadi "Penggenap ASEAN 10", pada 1995 Kamboja sudah terlebih dulu menandatangani Treaty of Amity and Cooperation (TAC) - yang menjadi "roh" kerja sama ASEAN.

Setelah resmi masuk ASEAN, untuk pertama kalinya Kamboja memegang jabatan bergilir sebagai Ketua ASEAN yang otomatis menjadi tuan rumah penyelenggaraan KTT ASEAN.

KTT ke-8 ASEAN yang digelar di Phnom Penh pada 4-5 November 2002 itu menghasilkan berbagai kesepakatan penting, antara lain "ASEAN Tourism Agreement" dan "the Conduct of Parties in South China Sea" - yang merupakan turunan dari Deklarasi ASEAN tentang Laut Cina Selatan tahun 1992.

Dalam rangkaian KTT di Phnom Penh itu pula, KTT ASEAN-India untuk pertama kalinya diselenggarakan.

Dalam kerangka kerja sama ASEAN, Kamboja dan beberapa negara di kawasan Asia Tenggara melakukan pemantauan penyebaran flu burung di perbatasan, menyelesaikan secara damai sengketa marka-marka perbatasan dengan Thailand, serta penyusupan penduduk Thai ke wilayah Kamboja.

Komisi Perbatasan bentukan Kamboja, Laos, dan Vietnam juga saling bekerja sama dalam hal penentuan ulang batas-batas teritorial.

Upaya percepatan pertumbuhan ekonomi di sub-regional Asia Tenggara juga dilakukan dalam bentuk "Cambodia Laos Myanmar Vietnam (CLMV) Summit", yang diikuti oleh negara-negara anggota ASEAN yang tergolong belum maju, yakni Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam.

(T.Ella Syafputri dari berbagai sumber)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home