Thursday, November 10

Isenk aja sih ... btw, azahari positif tewas

BATU, KOTA BERHAWA SEJUK ITU "MEMANAS"

Surabaya, 9/11 (ANTARA) - Kota Batu, Jawa Timur yang berhawa sejuk itu tiba-tiba "memanas", setelah pada Rabu (9/11) petang, beberapa kali ledakan bom dan senjata menggema dari kawasan Perumahan Flamboyan Indah Blok A/1, di kota berpenduduk 166.882 jiwa tersebut.

Ledakan yang diperkirakan mencapai 11 kali itu berawal ketika aparat dari jajaran Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Terorisme Mabes Polri, berusaha menyergap lokasi yang ditengarai sebagai tempat persembunyian tokoh asal Malaysia yang paling dicari terkait dengan terorisme di Tanah Air, Dr Azahari dan Noordin M Top.

Menurut saksi mata, penyergapan yang diwarnai baku tembak serta dua kali ledakan keras yang terdengar hingga radius beberapa kilometer dan beberapa kali --sembilan-- di antaranya ledakan-ledakan kecil, dilaporkan menelan empat korban jiwa di pihak tersangka teroris dan seorang anggota polisi luka-luka.

Korban meninggal yang hingga kini belum diketahui identitasnya dan masih berada di TKP, belum dievakuasi itu, diduga merupakan penghuni Villa Nova Perumahan Flamboyan yang menjadi target penyergapan aparat, sedangkan satu korban luka-luka diketahui dari aparat kepolisian bernama Brigadir Khairuddin, anggota Tim Anti Teror Densus 88 Mabes Polri.

Penyergapan kawanan teroris tersebut, sempat menyita perhatian masyarakat setempat. Masyarakat tampak memadati sekitar lokasi penyergapan. Meskipun demikian, lokasi penyergapan kini dijaga ketat aparat keamanan dan telah dipasang garis pembatas polisi (police line).

Bahkan warga sekitar TKP, beberapa di antaranya harus mengungsi ke rumah tetangga atau kerabat terdekat, karena was-was. Sementara aliran listrik sekitar kejadian malam itu padam. Hanya rumah Darsa yang dimanfaatkan Kapolri dan Pangdam V Brawijaya serta Walikota Batu untuk menjadi tempat pertemuan --koordinasi-- dilengkapi generator listrik menyala.

Ratusan wartawan yang ingin meliput aksi penyergapan juga tertahan pada jarak sekitar 200 meter dari, sedangkan masyarakat yang terlihat menyemut, tampak menumpuk pada jarak sekitar 500 meter dari lokasi penyergapan.

Kapolda Jatim, Mayjen Pol Edy Sunarno, Pangdam V/Brawijaya Mayjen TNI Samsul Mappareppa dan Kapolri Jenderal Sutanto, segera meluncur ke lokasi penyergapan yang berjarak sekitar 102 kilometer selatan Surabaya, atau 18 kilometer barat daya Kota Malang.

"Hiruk-pikuknya" Kota Batu yang dikenal sebagai kawasan produsen apel itu, memang cukup mengagetkan masyarakat setempat. Sebab, "Kota Apel" Batu, selama ini dikenal sebagai kota tujuan wisata andalan di Jawa Timur yang tenang dan berhawa sejuk.

Penyergapan yang sempat "memanaskan" situasi Kota Batu itu, mendapatkan tanggapan beragam dari masyarakat luas. Tetapi, dari tanggapan tersebut tampaknya banyak yang memberikan penilaian positif atas kerja aparat dalam memburu para teroris.

Peristirahatan

Kota Batu yang memiliki luas 202.800 km persegi, di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Dau dan Kecamatan Wagir, sebelah barat dengan Kecamatan Pujon, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Karang Ploso dan Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, sedangkan sebelah utara dengan Kabupaten Mojokerto dan Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan.

Wilayah kota Batu --Dati II termuda/bungsu ke-38 di Jatim--, terdiri dari tiga kecamatan dan 23 desa/kelurahan. Ketiga kecamatan itu adalah Kecamatan Batu, Kecamatan Bumiaji dan Kecamatan Junrejo.

Menurut sejarah, sejak abad ke sepuluh, wilayah Batu dan sekitarnya dikenal sebagai tempat peristirahatan keluarga kerajaan Singosari, karena wilayah tersebut merupakan daerah pegunungan berhawa sejuk, nyaman dan didukung panorama alam pegunungan menawan. Pada masa pemerintahan Raja Mpu Sendok, seorang petinggi kerajaan bernama Mpu Supo, diperintah Raja Sendok untuk membangun tempat peristirahatan keluarga kerajaan di pegunungan yang di dekatnya terdapat mata air. Lokasi tersebut kini dikenal sebagai kawasan Wisata Songgoriti, yang letaknya berdekatan dengan kawasan Perumahan Flamboyan.

Kota Batu terletak di dataran tinggi di kaki Gunung Panderman dengan ketinggian berkisar 700 hingga 1.100 meter di atas permukaan laut.

Sementara itu, nama Batu yang hingga kini belum diketahui kapan digunakan. Tetapi, berdasarkan penuturan pemuka masyarakat setempat, sebutan Batu berasal dari nama seorang ulama pengikut Pangeran Diponegoro yang bernama Abu Ghonaim atau disebut sebagai Kyai Gubug Angin yang selanjutnya masyarakat setempat akrab menyebutnya dengan panggilan Mbah Wastu.

Diduga karena kultur Jawa yang sering memperpendek dan mempersingkat mengenai sebutan nama seseorang yang dirasa terlalu panjang, maka nama Mbah Wastu kemudian disingkat dengan sebutan Mbah Tu dan selanjutnya berubah menjadi Mbatu.

Informasi dari Infokompus Kota Batu, menyebutkan, Abu Ghonaim atau Mbah Wastu yang memulai kehidupan barunya bersama dengan masyarakat serta ikut berbagi rasa, pengetahuan dan ajaran yang diperolehnya semasa menjadi pengikut Pangeran Diponegoro.

Akhirnya banyak penduduk dan sekitarnya dan masyarakat yang lain berdatangan dan menetap untuk berguru, menuntut ilmu serta belajar agama kepada Mbah Wastu. Mereka hidup dalam kelompok (komunitas) di daerah Bumiaji, Sisir dan Temas, akhirnya lambat laun komunitasnya semakin besar.

Sebagai layaknya Wilayah Pegunungan yang subur, Batu dan sekitarnya juga memiliki panorama alam yang indah dan berudara sejuk. Hal itu, kemudian menarik minat masyarakat lain untuk mengunjungi dan menikmati Batu sebagai kawasan yang mempunyai daya tarik tersendiri.

Pada awal abad XIX, Batu berkembang menjadi daerah tujuan wisata, khususnya bagi orang-orang Belanda, sehingga orang-orang Belanda itu pun membangun tempat-tempat peristirahatan (Villa) bahkan bermukim di Batu.

Situs dan bangunan-bangunan peninggalan Belanda atau semasa Pemerintahan Hindia Belanda itu pun, masih berbekas bahkan menjadi aset dan kunjungan wisata hingga saat ini. Setiap akhir pekan "weekand", Batu dipadati misatawan nusantara (wisnus) dan wisatawan lokal (wislok). Bangsa Belanda cukup kagum dengan keindahan dan keelokan Batu. Karena itu, tidak berlebihan jika bangsa Belanda menyejajarkan wilayah Batu dengan sebuah negara di Eropa, yaitu Switzerland (Swiss) dan memberikan predikat sebagai "De Klein Switzerland" atau "Swiss Kecil" di Pulau Jawa.

Batu sebelumnya hanyalah merupakan kecamatan, bagian wilayah Kabupaten Malang dan dibentuk serta diresmikan menjadi Kota Administrasi pada 6 Maret 1993. Atas persetujuan DPRD Kabupaten Malang dan Bupati Malang, maka pada 10 April 1995 statusnya ditingkatkan menjadi Kota Madya Batu.

Setelah melalui proses yang panjang, usai Pemilu 1999 atau tepatnya 12 Januari 2001, terbit Keputusan Presiden Republik Indonesia tentang penetapan Jumlah dan Tata Cara Pengisian Keanggotaan DPRD Propinsi dan Kabupaten/Kota. Batu selanjutnya resmi menjadi Kota berdasarkan UU No 11 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Batu, "cerai' dari induknya, Kabupaten Malang.

Kini, kota berhawa sejuk itu tiba-tiba "memanas", dan gaungnya pun tidak saja "menyebar" ke seluruh nusantara, tetapi juga melewati batas negara. (T.S021*C004)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home