Tuesday, November 29

e d a n .........

kemarin boleh jadi hari yang paling aneh yang pernah gw jalanin.
pertama, gw berangkat ke kantor nyantai baby banget, pake sendal padahal liputan ke hotel borobudur.
di sana gw ketemu fery, anak republika, and kami makan ke kantin depag ... makan bakso. awalnya gw ngajak dia makan di kantin deplu, tapi dia udah terlanjut markir motor di depag. ya udah .... tapi lumayan kok bakso nya .... lumayan lah!
di kantor gw bikin berita acara di hotel borobudur and profil negara .... suntuk juga ... capek!
baliknya gw makan soto ceker bareng niken, kangen udah lama gak ngobrol and makan soto ceker .... eh, terus niken yang mbayarin ... lumayan .....
perut kenyang, gw balik ke rumah. ada cewek, perawakannya pendek, tapi "gagah" banget jalan and attitude nya ..... grasa-grusu lah! gw nda nyaman kalo ada orang yang grasa-grusu padahal gak ada hal yang dikategorikan "membakar jenggot".
di 121, gw bersebelahan dengan cowok yang ... Dear Lord, gw bener2 gak bisa nahan! abis bagian pahanya itu berkedut entah apa ... risih banget!!! can he just manage it??
otw ke kompleks, gw naek ojek .... rada BT karena jalannya ugal2an ... becek man, tapi dia tetep aja jalan kenceng.. kan nyiprat ke mana2 :P
gw nonton film tapi ngantuk, seperti biasa kayaknya nyokap yang matiin itu TV ..... hehehehehe .............

PROFIL KAMBOJA

KTT KE-11 ASEAN - PROFIL NEGARA ANGGOTA: KAMBOJA

Bila disebut kata "Kamboja", banyak orang lantas membayangkan sebuah bekas ladang pembantaian manusia yang kini menjadi museum dengan koleksi ribuan bahkan jutaan tengkorak.

Sejarah negara yang berbentuk kerajaan itu sebenarnya telah dimulai sejak beberapa abad lalu, jauh sebelum terjadinya pembantaian manusia di jaman Gerakan Komunis Khmer.

Sebagai suku Khmer, bangsa Kamboja berasal dari perluasan Kekaisaran Angkor di kawasan Asia Tenggara sekitar abad ke-10 dan ke-13 Masehi.

Namun setelah masa itu berlalu, Kamboja melemah akibat diserang oleh bangsa Thai dan Cham (sekarang dikenal dengan Vietnam).

Pada 1863, Raja Kamboja menempatkan negeri itu sebagai daerah protektorat Perancis, kemudian menjadi bagian dari kawasan jajahan Perancis - yang dikenal dengan istilah Indochina - pada 1887. Menyusul pendudukan Jepang dalam Perang Dunia ke-II, Kamboja merdeka dan bergabung ke Perserikatan Perancis pada 1949.

Negara itu secara resmi merdeka sepenuhnya baru pada 9 November 1953.
Setelah pertempuran keras selama lima tahun, Gerakan Komunis Khmer menguasai kota Phnom Penh pada April 1975 dan memerintahkan untuk mengeksekusi semua kota di seluruh negeri.

Akibat perintah itu, setidaknya 1,5 juta orang Kamboja tewas akibat dibunuh, kerja paksa, atau kelaparan selama rejim Khmer yang dipimpin Pol Pot.
Rekam jejak rejim Pol Pot menyerap banyak perhatian dunia, bahkan beberapa film layar lebar mengambil inspirasi dari masa kepemimpinan Pol Pot.

Istilah "the Killing Fields" alias ladang pembantaian juga muncul dari regim Khmer pimpinan Pol Pot, yang membantai ratusan hingga ribuan orang di desa-desa serta kota.

Namun sebenarnya alam negara yang berbatasan dengan Teluk Thailand dan terletak di antara Thailand-Vietnam-Laos itu tidaklah seseram julukan "the Killing Fields".

Dengan luas wilayah 181.040 Km persegi, Kamboja memiliki iklim tropis dan kaya akan sumber daya alam seperti minyak dan gas bumi, tembaga, mangan, phospat, dan potensi kekuatan air - karena terdapat Sungai Mekong River dan Tonle Sap -. Kondisi geografis Kamboja juga didominasi ladang padi serta hutan nan lebat.

Berpenduduk sekitar 13.607.069 orang (perkiraan tahun 2005), Kamboja merupakan negara yang kelompok etniknya mayoritas Khmer (90 persen), Vietnam (5 persen), Cina (1 persen), dan lain-lain.

Nyaris semua penduduk Kamboja memeluk agama Budha Theravada (95 persen), bahasa yang dipergunakan di sana adalah Bahasa Khmer (resmi), Bahasa Perancis, dan Bahasa Inggris.

Jenis pemerintahan di Kamboja yang demokrasi multi-partai baru resmi berdiri dan dibentuk dalam konstitusi kerajaan pada September 1993.

Beribukota di Phnom Penh, pemerintahan daerah terbagi atas 20 provinsi (Banteay Mean Chey, Batdambang, Kampong Cham, Kampong Chhnang, Kampong Spoe, Kampong Thum, Kampot, Kandal, Koh Kong, Kracheh, Mondol Kiri, Otdar Mean Chey, Pouthisat, Preah Vihear, Prey Veng, Rotanakir, Siem Reab, Stoeng Treng, Svay Rieng, Takao) dan empat kabupaten (Keb, Pailin, Phnom Penh, Preah Seihanu).

Saat ini, kepala negara dipegang oleh Raja Norodom Sihamoni (sejak 29 Oktober 2004), sementara kepala pemerintahan dijabat oleh Perdana Menteri Hun Sen (sejak 14 Januari 1985). Sistem kabinet di Kampuchea - sebutan lokal Kamboja - ditunjuk oleh raja namun dalam praktiknya biasanya dipilih oleh perdana menteri.

Tantangan Ekonomi

Sektor ekonomi Kamboja menurun tajam ketika krisis ekonomi terjadi pada tahun 1997-1998, yang disusul kekerasan di kalangan sipil, intrik-intrik politik, dan merosotnya investasi asing serta industri pariwisata.

Sejak tahun 1999, untuk pertama kalinya dalam 30 tahun terakhir, pemerintah mengeluarkan kebijakan reformasi ekonomi. Diperkirakan pertumbuhan ekonomi mencapai angka 5 persen selama tahun 2000-2004.

Pertubuhan ekonomi tersebut sebagian besar merupakan kontribusi sektor garmen dan pariwisata. Ekspor produk-produk pakain asal Kamboja sangat didukung oleh Perjanjian Kesepakatan Kerja Sama Bilateral di bidang Tekstil Kamboja-Amerika Serikat, yang ditandatangani pada 1999.

Perjanjian kerja sama bilateral tersebut memungkinkan kuota terjamin bagi produk tekstil Kamboja yang dikirim ke Amerika Serikat. Selain itu kondisi kerja dan UU Ketenagakerjaan di Kamboja terus dikembangkan agar memenuhi standar internasional pekerja industri tekstil.

Namun dengan terbitnya Perjanjian tentang Tekstil dan Pakaian Jadi oleh WTO pada awal 2005, para produsen tekstil di Kamboja menghadapi tantangan besar karena harus bersaing langsung dengan negara-negara penghasil tekstil yang menawarkan harga lebih murah, yakni Cina dan India.

Menghadapi kemungkinan tersebut, pemerintah Kamboja telah berkomitmen untuk menjalankan kebijakan yang mendukung pelaksanan standar pekerja yang tinggi, guna memenuhi permintaan pelanggan.

Sementara itu sektor pariwisata terus berkembang pesat, dengan peningkatan jumlah turis pada 2004 yang mencapai angka 15 persen.

GDP nasional Kamboja pada tahun 2004 diperkirakan mencapai 26,99 miliar dolar AS - dengan tingkat pertumbuhan 5,4 persen - dan GDP per kapita sekitar 2.000 dolar AS. Berdasarkan komposisinya, GDP Kamboja terdiri atas sektor pertanian (35 persen), industri (30 persen), dan jasa (35 persen).

Dalam hal neraca perdagangan, volume ekspor Kamboja mencapai 2,311 miliar dolar AS (estimasti tahun 2004) dengan produk-produk utama antara lain: pakaian, karet, beras, ikan, dan tembakau. Pangsa pasar ekspor Kamboja adalah Amerika Serikat (55,9 persen), Jerman (11,7 persen), Inggris (6,9persen), Vietnam (4,4 persen), dan Kanada (4,2 persen).

Sedangkan volume impor ditaksir mencapai angka 3,129 miliar dolar AS, dengan komoditas antara lain petroleum, rokok, emas, barang-barang konstruksi, mesin, sepeda motor, dan produk farmasi. Mitra impor terbesar Kamboja adalah Thailand (22,5persen), diikuti Hong Kong (14,1 persen), Cina (13,6 persen), Vietnam (10,9 persen), Singapura (10,8 persen), dan Taiwan (8,4 persen).
Tantangan yang masih sangat mendesak untuk segera dicarikan solusinya oleh pemerintah Kamboja adalah tingkat pendidikan penduduk yang masih rendah, kurangnya tenaga produktif (lebih dari separuh penduduk berumur sekitar 20 tahun atau kurang) terutama di kawasan pedesaan.

Data menyebutkan bahwa sekitar 75 persen populasi Kamboja masih sangat bergantung hidup kepada sektor pertanian.

Selain itu, Kamboja juga tengah menghadapi masalah serius di bidang pemberantasan korupsi. Tercatat pada 2004, negara-negara donor menyalurkan bantuan senilai 504 juta dolar AS guna memberantas praktik korupsi di Kamboja.
Negara yang dipimpin oleh Hun Sen itu juga masih harus berjuang keras menangani penyebaran HIV/AIDS, karena diperkirakan pada 2003 terdapat 170 ribu orang (2,6 persen) yang mengidap penyakit tersebut.

Penggenap ASEAN 10

Dalam KTT informal pertama pemimpin ASEAN yang dilaksanakan di Jakarta pada November 1996, Laos, Kamboja, dan Myanmar secara tidak resmi diterima masuk ke dalam ASEAN.

Kontak senjata di Kamboja pada Juli 1997 menunda bergabungnya negeri itu ke ASEAN, sementara Laos dan Myanmar justru secara resmi diterima sebagai anggota ke-8 dan ke-9. Keanggotaan Kamboja baru disetujui pada Desember 1998 dalam KTT ASEAN ke-6 di Hanoi, Vietnam.

Secara resmi negeri itu pun kemudian bergabung sebagai anggota ASEAN per 30 April 1999, sekaligus melengkapi Visi "ASEAN 10" yang melingkupi semua negara di kawasan Asia Tenggara setelah 30 tahun terbentuk.

Sebelum menjadi "Penggenap ASEAN 10", pada 1995 Kamboja sudah terlebih dulu menandatangani Treaty of Amity and Cooperation (TAC) - yang menjadi "roh" kerja sama ASEAN.

Setelah resmi masuk ASEAN, untuk pertama kalinya Kamboja memegang jabatan bergilir sebagai Ketua ASEAN yang otomatis menjadi tuan rumah penyelenggaraan KTT ASEAN.

KTT ke-8 ASEAN yang digelar di Phnom Penh pada 4-5 November 2002 itu menghasilkan berbagai kesepakatan penting, antara lain "ASEAN Tourism Agreement" dan "the Conduct of Parties in South China Sea" - yang merupakan turunan dari Deklarasi ASEAN tentang Laut Cina Selatan tahun 1992.

Dalam rangkaian KTT di Phnom Penh itu pula, KTT ASEAN-India untuk pertama kalinya diselenggarakan.

Dalam kerangka kerja sama ASEAN, Kamboja dan beberapa negara di kawasan Asia Tenggara melakukan pemantauan penyebaran flu burung di perbatasan, menyelesaikan secara damai sengketa marka-marka perbatasan dengan Thailand, serta penyusupan penduduk Thai ke wilayah Kamboja.

Komisi Perbatasan bentukan Kamboja, Laos, dan Vietnam juga saling bekerja sama dalam hal penentuan ulang batas-batas teritorial.

Upaya percepatan pertumbuhan ekonomi di sub-regional Asia Tenggara juga dilakukan dalam bentuk "Cambodia Laos Myanmar Vietnam (CLMV) Summit", yang diikuti oleh negara-negara anggota ASEAN yang tergolong belum maju, yakni Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam.

(T.Ella Syafputri dari berbagai sumber)

Friday, November 25

KTT KE-11 ASEAN - PROFIL NEGARA ANGGOTA: VIETNAM (bagian pertama)

Berita Lengkap

Nama Vietnam diambil dari sebuah nama kerajaan pada zaman kuno, Nam Viet, yang merupakan tempat asal para leluhur bangsa Vietnam.

Kerajaan itu meliputi kawasan negara Vietnam bagian utara sekarang.
Sejarah bangsa Vietnam diperkirakan telah dimulai pada 3.000 tahun silam. Dalam catatan sejarah Cina disebutkan bahwa kaum asli Vietnam telah ada sejak 2.500 tahun lampau. Dari sebagian besar jejak sejarahnya, Vietnam banyak dipengaruhi oleh tetangga terdekat yakni Cina.

Ketika dikuasai oleh Kerajaan Tran, Vietnam berhasil mengalahkan tiga upaya serangan dari Kerajaan Mongol. Vietnam merupakan salah satu negara di kawasan Asia yang pernah dijajah oleh Perancis. Upaya penaklukan itu dimulai pada tahun 1858 hingga 1884. Vietnam pun menjadi bagian dari Indochina Perancis per tahun 1887.

Kemerdekaan Republik Sosialis Vietnam (SRV) dideklarasikan ketika Perang Dunia II berakhir (2 September 1945), namun dalam praktiknya Perancis masih berkuasa di sana hingga 1954, setelah kekuatan komunis yang dipimpin Ho Chi Minh berhasil mengalahkan Perancis.

Pada era Perang Dingin, kawasan Vietnam utara mendapat dukungan dari Cina dan Uni Soviet, sementara Amerika Serikat dan negara-negara barat menyokong Vietnam selatan. Ketegangan pun segera "meledak" menjadi Perang Vietnam.

Perang itu bahkan tetap terjadi walaupun sudah ada Perjanjian Damai Paris pada 27 Januari 1973, yang melegalkan kemerdekaan Vietnam Utara dan Vietnam Selatan. Tentara Amerika menyerah dan meninggalkan Vietnam pada 29 Maret 1973.

Sejak 30 April 1975, golongan komunis meengambil alih kekuasaan di Vietnam Selatan dan pada 1976 Vietnam secara resmi menjadi gabungan antara Vietnam Utara dan Vietnam Selatan dengan nama pemerintah Republik Sosialis Vietnam. Setelah reunifikasi, keadaan politik dan ekonomi Vietnam nyaris di posisi "ambruk".

Jutaan orang Vietnam menjadi "manusia perahu" selama dua dekade. Akhir tahun 1978 bangsa Kamboja, yang didukung oleh Vietnam, berhasil melengserkan Khmer dari tampuk kekuasaan. Sebulan berikutnya, sebagai tindak pembalasan, Cina melancarkan serangan terhadap Vietnam yang dikenal kemudian disebut dengan istilah "Perang Sino-Vietnam".

Pada 1986, Partai Komunis menerapkan kebijakan reformasi ekonomi, yang disebut dengan "Doi Moi" (renovasi).

Sepanjang 1990-an, pertumbuhan ekonomi sangat pesat dan Vietnam pun gencar bergabung kembali dengan komunitas internasional. Vietnam memperbaiki hubungan diplomatiknya dengan Amerika Serikat pada 1995.

Presiden AS Bill Clinton berkunjung ke Vietnam lima tahun kemudian, sementara Perdana Menteri Phan Van Khai membalas kunjungan itu pada 2005. Vietnam terletak di kawasan pesisir Asia Tenggara, berbatasan dengan Teluk Thailand, Teluk Tonkin, Laut Cina Selatan, Cina, Laos, dan Kamboja.

Terbentang dari Utara ke Selatan sepanjang 1.650 Km, di titik terdekat ada daerah yang lebarnya hanya 50 Km. Luas wilayah negara yang beribukota Hanoi ini adalah 329.560 Km per segi. Kota terbesar di Vietnam adalah Ho Chi Minh (di kawasan selatan).

Di bagian utara dan selatan terdapat daratan rendah, di bagian tengah berdataran tinggi, sedangkan di bagian ujung utara topografinya berupa pegunungan. Di kawasan utara pula terdapat dataran tertinggi Vietnam, yakni Fan Si Pan (3.144m). Kekayaan sumber daya alam tanah Vietnam adalah kandungan phospat, tembaga, mangan, bauksit, minyak dan gas bumi, hutan, serta air yang dapat diubah menjadi sumber energi.

Menurut perkiraan pada Juli 2005 Vietnam berpenduduk 83.535.576 orang (negara berpenduduk terbanyak nomor 13 di seluruh dunia), dengan tingkat pertumbuhan per tahun sekitar 1,04 persen. Etnis yang ada di Vietnam terdiri atas Kinh/Viet (86,2 persen), Tay (1,9 persen), Thai (1,7 persen), Muong (1,5 persen), Khome (1,4 persen), Hoa (1,1 persen), Nun (1,1 persen, dan Hmong (1 persen). Bahasa yang lazim dipergunakan di sana adalah Bahasa Vietnam (resmi), Bahasa Inggris, Bahasa Perancis, Bahasa Cina, dan Bahasa Khmer.

Untuk penduduk di kawasan pegunungan, mereka biasanya menggunakan Bahasa Mon-Khmer dan Malayu-Polynesia. Pemerintahan di Vietnam diselenggarakan dengan sistem negara komunis.

Di sana terdapat 59 provinsi (tinh) dan 5 kabupaten kota (thu do). Provinsi itu antara lain adalah An Giang, Bac Giang, Binh Dinh, Ca Mau, Cao Bang, Dac Lak, Dac Nong, Gia Lai, Ha Giang, Hai Duong, Hung Yen, Khanh Hoa, Kien Giang, Kon Tum, Lao Cai, Nam Dinh, Phu Yen, Quang Ngai, Quang Ninh, Soc Trang, Son La, Tay Ninh, Tien Giang, Vinh Phuc, Yen Bai. Sementara lima "thu do" adalah Can Tho, Da Nang, Hai Phong, Hanoi, dan Ho Chi Minh. Saat ini Vietnam dipimpin oleh Presiden Tran Duc Luong (sejak 24 September 1997), sedangkan kepala pemerintahan dijabat oleh Perdana Menteri Phan Van Khai (sejak 25 September 1997).

Presiden dipilih lewat pemilu yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Pemilu terakhir digelar pada 25 Juli 2002, sedangkan pengisi posisi perdana menteri dipilih langsung oleh presiden. (bersambung) (T.Ella Syafputri dari berbagai sumber)

(T.E012/B/K002/K002) 25-11-2005 15:43:02

Saturday, November 19

the best Teacher is the Taftest competitor (2)

Protests turn violent near APEC venue
Fri Nov 18, 2005 7:10 AM ET
By Jack Kim

PUSAN, South Korea (Reuters) - Thousands of farm activists and union workers hurled bottles in a clash with police near a meeting of Pacific Rim leaders on Friday and had to be quelled by water cannon.

The clash broke out about two km (1.2 miles) from the convention center where leaders from 21 Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) economies were meeting.

About 2,000 farmers and farm activists and 3,000 union workers took to the streets of Pusan to denounce APEC, the World Trade Organization and U.S. President George W. Bush, who was attending the leaders' meeting.

Organizers had hoped as many as 100,000 would attend. They said police had turned back busloads of people on highways before they even got to Pusan.

Nearly 30,000 police were deployed in and around the summit. When several hundred protesters who made it to the city tried to get to the venue by pushing past a police line they were stopped.

"We want to hurt them and we want them to hurt us," a farmer from just north of the port city said, as he brandished a weighty three-meter (10-foot) bamboo stick, his face masked with a red handkerchief and his breath smelling of South Korean rice wine.

The protesters threw rocks and bottles and propelled them with bamboo sticks and metal rods. Police repelled the assaults with shields and fired high-pressure sea water.

The protesters failed to break through a make-shift police barricade of ocean-liner cargo containers and cross a bridge on to the grounds of the convention center.

A handful of riot police officers were taken away by ambulance with injuries from rocks thrown by the protesters, some the size of a volleyball, police said.

The protest dispersed after two hours.

The farmers were rallying against a bill being considered by South Korea's parliament to increase incrementally foreign access to the country's rice market, as well as global trade talks such as those under the World Trade Organization.

"No to Bush, No to APEC. No to rice market opening. No to the WTO," they shouted as they marched through Pusan. Some older farmers had tears in their eyes as their voices rang out.

Leaders at the two-day APEC summit are working to revive a round of WTO talks that have stalled due to resistance to measures to liberalize global agricultural trade.

"WTO is an evil, dirty party," said Moon Kyung-sik, the chairman of the Korea Peasants' League.

the best Teacher is the Taftest competitor

APEC leaders wrap up summit
Sat Nov 19, 2005 12:01 AM ET
By Lee Suwan and John Chalmers

PUSAN, South Korea (Reuters) - Leaders of the Pacific Rim vowed on Saturday to join forces to fight threats to their economies from a possible bird flu pandemic, high oil prices and an impasse in world trade talks.

The Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) forum's 21 leaders spent the morning at a seafront retreat discussing a declaration that set out their priorities for the next year.

Highest on their agenda was a call for trade giants to make progress when they meet in Hong Kong in December -- so high that the leaders issued the call in a separate strongly worded statement aimed at other members of the World Trade Organization.

The leaders also promised to work together to fight the spread of bird flu, setting out a few specific plans including one to stage a "desk-top" simulation drill in early 2006 to test regional responses and communication in the even of a pandemic.

A lethal strain of the H5N1 virus has killed 67 of the 130 people it has infected in Asia since late 2003, but the real fear is that it will mutate and acquire the ability to pass from human to human, causing a global pandemic.

"We agreed on collective, practical measures, including ... testing pandemic preparedness, beginning with a desk-top simulation exercise in early 2006 to test regional responses and communication networks," the final declaration released on Saturday said.

The leaders expressed concern about the impact of high oil prices and vowed to implement measures to help the situation, including conservation and diversification of energy sources.

APEC's membership, which includes the United States, Japan, China and Russia, accounts for 46 percent of the world's commerce and nearly 60 percent of its gross domestic product, and yet the group is sometimes dismissed as a talking-shop with no clout.

In meetings all this week the group showed it was determined to make its voice heard to try to break the impasse on global trade, however, and time and again singled out the European Union as the trading partner that had to act.

"The leaders here ... are basically saying that now the ball is in Europe's court," South Korean Foreign Minister Ban Ki-moon said on Friday.

The statement itself did not name the European Union but made an implicit reference by urging greater access for farm goods.

The leaders -- including U.S. President George W. Bush and China's Hu Jintao -- talked for about two hours before lunch and before their traditional group photograph in local costume, in this case a long Korean durumagi coat.

QUIET UNDER HEAVY SECURITY

The streets around the venue -- tucked away safely on an islet around the corner from Pusan's biggest tourist draw, Haeundae beach -- were quiet under a heavy security cordon.

Some 30,000 police officers were on duty in the city of 3.7 million, Secret Service agents were on alert at Bush's hotel and a three-tiered naval cordon guarded the seas around the retreat.

Some 3,000 farmers and farm activists were stopped from reaching the summit venue from a nearby subway station.

On Friday a similar protest turned violent when protesters were stopped by riot police.

Bush, who has been dogged by domestic criticism over the Iraq war during his four-country tour of Asia, met Indonesian President Susilo Bambang Yudhoyono before the summit.

Yudhoyono's success with Indonesia's crackdown on terrorism has been praised especially after last week's killing of militant Azahari bin Husin, the suspected brains behind several bomb attacks in Indonesia blamed on Jemaah Islamiah.

South Korea's presidential Blue House said leaders pledged to continue working to share intelligence on terrorism, cut off the flow of funds and to stop the proliferation of weapons of mass destruction.

There was no detailed discussion of North Korea's nuclear weapons programs nor of continuing multilateral talks aimed at having them scrapped in return for aid and recognition.

South Korean officials said this was likely to be an oral statement at the end of the talks.

PROFIL NEGARA: LAOS

Laos, officially Lao People’s Democratic Republic, independent state of Southeast Asia. Formerly part of the Indochinese Union, also known as French Indochina, Laos gained independence in 1953. The country was drawn into the Vietnam War (1959-1975), and in 1975 a revolution toppled Laos’s six-centuryold monarchy and established a people’s republic. Laos is a mountainous, landlocked country, bounded on the north by China, on the east by Vietnam, on the south by Cambodia, and on the west and northwest by Thailand and
Myanmar (formerly known as Burma). It is rich in resources and has an ethnically varied population. The official language is Lao, and the capital and largest city is Vientiane (Viang Chan).

Laos has a total area of 236,800 sq km (91,400 sq mi). From northwest to southeast its maximum length is about 1,080 km (about 670 mi), while its narrowest width is about 120 km (about 75 mi).
Topographically Laos has three distinct features. The first is the steep, heavily forested mountains that lie principally in the north but extend southeast as the Truong Son (Annam Highlands). The spine of this mountain chain forms the border between Laos and Vietnam. Elevations in the north reach 2,819 m (9,249
ft) at Phou Bia (Phu Bia), the country’s highest peak. In the south, heights reach about 1,980 m (about 6,500 ft), and the limestone terraces mounting to the east are more sparsely forested. Laos’s second distinctive topographic feature is the narrow but fertile floodplains of the Mekong River, which traverses Laos’s entire
north-south length, and its tributaries. These plains are very narrow in the north but are wider farther south. Finally, three high plateaus are strategically situated through the country: the Plain of Jars in the north, the Khammouan Plateau in the center, and the Bolovens Plateau in the south.

Laos has a tropical monsoon climate, with a summer rainy season from May to October followed by a cool dry period from November to February, and a hotter dry period in March and April. Wide variations in temperature are due more to differences in elevation than to seasonal change. Temperatures range from as
high as 40°C (104°F) in the Mekong lowlands in April to as low as 5°C (41°F) in the mountains in winter. In Vientiane, temperatures vary from an average of 29°C (84°F) in April to 22°C (72° F) in January. Rainfall varies regionally but averages about 1,780 mm (about 70 in) annually.

POPULATION

Laos has a population of 6,068,117 (2004 estimate), yielding a population density of 26 people per sq km (68 per sq mi). The population is increasing rapidly at a rate of 2.44 percent per year. Births, at 37 per 1,000, significantly exceed deaths, at 12 per 1,000, while life expectancy at birth is 55 years. These trends have
created a youthful nation: More than 45 percent of Laos’s people are under the age of 15. If the current rate of growth continues, Laos will have a population of nearly 10 million by the year 2025. About one-quarter of Laos’s people live in mountainous regions. The rest live in upland valleys or on the flood plains of the
Mekong and its tributaries. Just over three-quarters of the population live in rural areas, although the proportion of people living in urban areas is steadily increasing.

Vientiane is the capital and largest city of Laos. Louangphrabang, the former royal capital, is an increasingly popular tourist destination. Other major cities are the regional capitals of Savannakhét in central Laos and Pakxé in the south.

A Ethnic Groups
More than a hundred indigenous ethnic groups and subgroups inhabit Laos, many spilling across borders into neighboring countries. Small minorities of Chinese, Vietnamese, and Indians also live in Laos, mostly in urban areas.
The Lao government has classified Laos’s many indigenous groups into three broad categories: the Lao Lum, the Lao Thoeng, and the Lao Sung. The Lao Lum (lowland Lao) account for 66 percent of the population and comprise those groups who live at lower altitudes, speak Tai languages, and practice wet-rice cultivation. Major groups in this category include the ethnic Lao, who make up just over 50 percent of the total population of Laos; the Leu and the Phu-tai; and the Black Tai and the Red Tai, so called because of the colors of their traditional costumes. Modern Lao and Tai ethnic groups descended from Tai peoples who
migrated to the Southeast Asian peninsula from the north, arriving in the area of present-day Laos by the 10th century.
The Lao Thoeng (Lao of the mountain slopes) make up 24 percent of the population, live at medium altitudes, speak Mon-Khmer languages, and practice slash-and-burn agriculture. They are believed to be Laos’s earliest inhabitants, having migrated to the area from the south in prehistoric times. The principal members of this group are the Khamu and the Lamet in northern Laos, and the Laven, Sedang, and Nyaheun of the Bolovens region in southern Laos.
The Lao Sung (Lao of the mountaintops), who make up the remaining 10 percent of the population, migrated to Laos beginning in the early 19th century, making them the most recent arrivals among the ethnic groups. They live at high altitudes in northern Laos, where they also use slash-and-burn methods of farming, and speak either Tibeto-Burman or Hmong-Mien languages. The Hmong (also known as the Meo or Miao) are the most numerous and politically influential of the Lao Sung. Others include the Mien (or Yao), Akha, and Phu Noi.

ECONOMY

In the late 1980s the government opened the economy to foreign investment. As a result, the average growth rate between and was percent, and by 2002 Laos’s gross domestic product (GDP) had climbed to $1.7 billion. Average GDP per capita rose to $300, compared to $440 in Vietnam and $320 in Cambodia. Like the economies of other countries in the region, the Lao economy suffered badly when the value of several Asian currencies fell sharply in the late 1990s.
Agriculture is the principal economic activity in Laos, contributing 51 percent of GDP. Only 4 percent of Laos’s total land area is cultivated, but 80 percent of the cultivated land is planted in rice (both glutinous and white). Other crops include corn, coffee (the only substantial export crop), soybeans, sugarcane, and sweet
potatoes. Cotton, tobacco, and cardamom are also grown. The government encourages animal husbandry, and livestock numbers have steadily increased since the late 1970s. Lao farmers raise water buffalo, cattle, pigs, horses, goats, and poultry.
Timber is a major export for Laos, with production estimated at 6.5 million cu m (228 million cu ft) in 2002. Some timber is processed as sawn boards and plywood, but most is exported in the form of logs. Despite government attempts to regulate and manage the industry, illegal logging and smuggling of timber
remain widespread. Fish is an important item in the Lao diet, but the catch of 80,000 metric tons (in 2001) is sufficient only for local consumption.

GOVERNMENT

The present government of Laos is a republic, effectively controlled by the Lao People’s Revolutionary Party (LPRP). The Lao People’s Democratic Republic was proclaimed on December 2, 1975, replacing the Kingdom of Laos, which gained independence from France in 1953. In 1989 national elections were held
for the first time, and in 1991 Laos’s first constitution was enacted. All citizens who are aged 18 years or older may vote.

A Executive
Under the 1991 constitution, executive power is vested in a president, who is chosen by the National Assembly for a five-year term. The president is assisted by a vice president. The president appoints a prime minister, whose cabinet must be approved by the National Assembly. The prime minister and his government
also serve a five-year term.

B Legislature
Legislative power rests with the National Assembly. Its 109 members are elected every five years. The National Assembly has the power to amend the constitution, pass laws, and approve the budget.

C Judiciary
Justice is administered by the Supreme People’s Court and by provincial and district people’s courts. Both the president of the Supreme People’s Court and the public prosecutor general are appointed by the National Assembly. Judges are appointed by the Ministry of Justice.

D Local Government
Laos is divided into 16 provinces, the special region of Xaisomboun, and the municipality of Vientiane. Provinces are divided into districts comprising towns and villages. All are administered by people’s administrative committees, whose activities are closely monitored at the district and provincial levels by parallel committees of the LPRP.

PROFIL NEGARA: KAMBOJA

Cambodia, country in Southeast Asia, also known as Kâmpuchéa. More than a thousand years ago, Cambodia was the center of the Khmer (Cambodian) kingdom of Angkor, a great empire that dominated Southeast Asia for 600 years.

A monarchy since ancient times, Cambodia was a French protectorate from 1863 to 1953. A republic replaced the monarchy in 1970, and in 1975 a Communist regime known as the Khmer Rouge took power, naming the country Democratic Kâmpuchéa. In 1979, Khmer Rouge was toppled and established a moderate
socialist state. In 1989 the country abandoned socialism, and in 1993 a new constitution restored the monarchy. Cambodia’s official name is the Kingdom of Cambodia.

Cambodia is bounded on the northeast by Laos, on the east and southeast by Vietnam, on the west and northwest by Thailand, and on the southwest by the Gulf of Thailand (Siam). The country’s capital and largest city is Phnom Penh.

Cambodia’s capital, Phnom Penh, is situated at the junction of the Mekong and Tônlé Sab rivers. Other major cities are Bãtdâmbâng, Kâmpóng Cham, Kâmpôt, and Cambodia’s only deep-water port, Kâmpóng Saôm, located on the Gulf of Thailand.

Cambodia covers an area of 181,035 sq km (69,898 sq mi). Most of the country consists of a low-lying alluvial plain that occupies the central part of the country.

To the southeast of the plain lies the delta of the Mekong River. To the east of the plain, ranges of undulating hills separate Cambodia from Vietnam. To the southwest a mountain range, the Chuor Phnum Krâvanh, fringes the plain and forms a physical barrier along the country’s coast. Cambodia’s highest peak, Phnom Aural (1,813 m/5,948 ft) rises in the eastern part of this range. To the north, the Chuor Phnum Dângrêk mountains separate Cambodia from Thailand.

POPULATION

The population of Cambodia is 13,363,421 (2004 estimate). Population growth per year is estimated at 1.8 percent, one of the highest rates in Asia. The rate of infant mortality is also high. The population density is 76 persons per sq km (196 per sq mi), with the densest concentrations on the heavily cultivated central plain.
Ethnic Cambodians, or Khmer, constitute 90 percent of the population. About 5 percent of the country’s inhabitants are of Vietnamese origin, and 1 percent are Chinese. Seminomadic tribal groups concentrated in the mountainous northeast make up the remaining 4 percent of the population.

Cambodia’s official language is Khmer, or Cambodian, which belongs to the Mon-Khmer family of languages (see Austro-Asiatic Languages). French was formerly an important secondary language in the country, but English gained considerable ground in the 1990s. Other languages spoken include Vietnamese and an assortment of South Chinese dialects.

ECONOMY

In 2002 its total gross domestic product (GDP) was $4 billion, yielding a per capita GDP of just $320.
After the Khmer Rouge was toppled in early 1979, the government’s grip on agricultural production loosened, and millions of Cambodians attempted to resume their lives as subsistence farmers. By the mid-1990s Cambodia once again achieved self-sufficiency in rice production and began to export small
quantities of rice. The country’s infrastructure improved gradually since then.

Agriculture is the largest sector of Cambodia’s economy, contributing 36 percent of the GDP in 2002. Rice is Cambodia’s most important crop and the staple food of the Khmer diet. More than one-half of cultivated land—much of it of poor quality—is planted in rice. Rubber, Cambodia’s other important export crop, is
grown in plantations in the eastern part of the country. Corn, cassava, soybeans, palm sugar, and pepper are also grown commercially, while cucumbers and fruits, including mangoes, bananas, watermelons, and pineapples, are raised for local consumption. Chicken and pigs are widely domesticated, while cattle and water buffalo are used for agricultural work.

Freshwater fish are an important ingredient of the typical Cambodian diet. Most of the annual catch is consumed locally. Important types of fish caught include perch, carp, lungfish, and smelt. The Tônlé Sap is the most concentrated source of freshwater fish in Southeast Asia.

GOVERNMENT

Cambodia is divided for administrative purposes into 20 provinces and 3 municipalities. These units are administered by governors.

A Executive
Cambodia’s head of state is the king, whose role is largely ceremonial and advisory. The king, on the advice of the legislature, formally appoints the prime minister to head the government. The prime minister must be a member of the winning party in legislative elections. The prime minister heads a cabinet made up of members of the legislature. Cabinet members are chosen by the prime minister, ratified by the legislature, and formally appointed by the king.

B Legislature
A bicameral (two-chamber) parliament holds legislative power. The more powerful lower house is called the National Assembly. Established in 1993, the assembly consists of 122 members who serve five-year terms. Members are chosen through popular elections in which people over 18 years of age are entitled to vote. The National Assembly may dismiss cabinet members or the entire cabinet with a two-thirds majority vote. The upper house, or Senate, was created by constitutional amendment in 1999, in accordance with provisions of
the 1998 agreement. The 61-member Senate serves as an advisory body to the National Assembly; it has the power to recommend amendments to legislation passed by the assembly, but the lower house can reject the recommendations on a second vote. Members of the Senate are elected to a term of six years.

C Judiciary
The 1993 constitution provided for an independent judiciary under a Supreme Court.

PROFIL NEGARA: BRUNEI DARUSSALAM

Brunei Darussalam, Islamic sultanate located on the northern coast of the island of Borneo, in eastern Asia, bounded on the north by the South China Sea, and on all other sides by the Malaysian state of Sarawak, which also divides the country into two parts. The total area is 5,765 sq km (2,226 sq mi).

The terrain of Brunei consists of a narrow coastal plain and a hilly interior. There are extensive swamps, especially in the west and northeast. Most streams flow north to the coast, including the Belait River, the longest in the country. Brunei has a humid, tropical climate, with an average annual temperature of about 27°C (about 80°F). The annual rainfall is heavy and is concentrated in the monsoon season of November to March, but there is no dry season.

Dense tropical rain forests cover much of the interior, occupying 84 percent of the country’s total area. Brunei is rich in wildlife, including monkeys and diverse birds and reptiles. Petroleum and natural gas are the primary mineral resources.

About two-thirds of the population of Brunei is Malay. Minorities include Chinese, Indians, and various indigenous peoples, such as Dayaks and Belaits. The official language is Malay, but English is also used for official purposes. Islam is the state religion, and the majority of the people are Muslims. At the 2004 census, the population of Brunei was 357,000, yielding an overall population density of 69 persons per sq km (179 per sq mi). The capital and chief town is Bandar Seri Begawan. The population growth is 2.8% per annum.

GOVERNMENT

Brunei is governed under a constitution promulgated in 1959, as amended.
Under the constitution, executive authority is held by the Council of Ministers, which is presided over by the sultan of Brunei, and by the chief minister (mentri besar), who is responsible to the sultan. The Constitution confers supreme executive authority on the Sultan, who is assisted and advised by 5 Constitutional Councils viz Religious Council, Privy Council, Council of Cabinet Ministers, Council of Succession and the Legislative Council.

Since 1962, however, the sultan has ruled by decree. Brunei is a member of the United Nations (UN) and the Commonwealth of Nations.

ECONOMY

The economy of Brunei is overwhelmingly dependent on the production of petroleum and natural gas. Oil fields were first discovered at Seria in 1929, but production has now expanded to offshore fields. Crude-oil output in 2001 was 79 million barrels. Local industries include cloth weaving and metalwork. Exploitation of the country’s forest reserves is increasing. The country has 1,150 km (715 mi) of roads, mostly along the coast. Rivers form the principal network of transportation into the interior. The chief ports are Bandar Seri Begawan, Kuala Belait, and Muara. Royal Brunei Airlines, the state-owned carrier, provides service to a number of international destinations.

The gross domestic product (GDP) of $15,060 per capita in 1998 was among the world’s highest. Brunei’s unit of currency is the Brunei dollar (1.67 Brunei Dollars equal U.S.$1; as of 2 September 2005)

GLANCE ASEAN

General Information / Background on ASEAN

Establishment and Membership
The Association of Southeast Asian Nations or ASEAN was established on 8 August 1967 in Bangkok by the five original Member Countries, namely, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapore, and Thailand. Brunei Darussalam joined on 8 January 1984, Vietnam on 28 July 1995, Laos and Myanmar on 23 July 1997, and Cambodia on 30 April 1999.

The ASEAN region has a population of about 500 million, a total area of 4.5 million square kilometers, a combined gross domestic product of US$737 billion, and a total trade of US$ 720 billion.

Objectives

The ASEAN Declaration states that the aims and purposes of the Association are: (i) to accelerate the economic growth, social progress and cultural development in the region through joint endeavours in the spirit of equality and partnership in order to strengthen the foundation for a prosperous and peaceful community of Southeast Asian nations, and (ii) to promote regional peace and stability through abiding respect for justice and the rule of law in the relationship among countries in the region and adherence to the principles of the United Nations Charter.

In 1995, the ASEAN Heads of States and Government re-affirmed that “Cooperative peace and shared prosperity shall be the fundamental goals of ASEAN.�

The Association represents the collective will of the nations of Southeast Asia to bind themselves together in friendship and cooperation and, through joint efforts and sacrifices, secure for their peoples and for posterity the blessings of peace, freedom, and prosperity. (The ASEAN Declaration, Bangkok, 8 August 1967)


Fundamental Principles

The Treaty of Amity and Cooperation (TAC) in Southeast Asia, signed at the First ASEAN Summit on 24 February 1976, declared that in their relations with one another, the High Contracting Parties should be guided by the following fundamental principles:

· Mutual respect for the independence, sovereignty, equality, territorial integrity, and national identity of all nations;
· The right of every State to lead its national existence free from external interference, subversion or coercion;
· Non-interference in the internal affairs of one another;
· Settlement of differences or disputes by peaceful manner;
· Renunciation of the threat or use of force; and
· Effective cooperation among themselves.

Thursday, November 17

ngapain aja sih?!

hari ini gw sedikit muak dengan beberapa orang kantor yang makin gak jelas. mereka banyak bicara tapi di mata gw mereka gak punya kinerja yang layak/patut dipamerkan.
sebut saja orang yang kadang ngendon di TV Antara ... he speak loudly, tapi gw kok merasa dia terkadang kelewat nyolot aja ... bicara nda dengan itikad yang enak apalagi dewasa.
sama dengan seniornya, yang berkaca mata dan gak pernah dihormatin oleh bawahannya lebih dari sekadar penghormatan terhadap usianya yang jauh lebih uzur (bagi gw ini jenis penghargaan terhadap orang yang memang cuma menang umur doank, tapi urusan kerjaan mah ... jauh!).
dia dan seniornya bicara seakan mereka yang paling pinter dan cerdas, nyolotnya yang ngga nahan, man!
gw sengaja ngendon di ruang tv hari ini, malu aja ma R013 karena berita gw dikit banget! gw punya PR banyak ma e007, and malu ati liat r013 yang rajin and getol "gak ade matinye!"
tapi ternyata ketika gw kerja di ruangan tv, pemandangan yang gw liat gak lebih dari bunch of useless people, yang "pinter" ngomong tapi gak ada kerjanya ....
sekarang?! gw masih malu ma r013 and e007, plus gw males liat tampang2 pemalas di tv. yang ada, kalo emang gw jd pindah ke tv Antara, pasti gw BT mulu yah?!
kesel aja liat orang2 yang jago ngomong, ngegosip, and berkomentar, tapi NOL besar soal kerja! ugh ....... gw kesel!

Monday, November 14

"Free Lunch" at Yongkee

Do you ever believe in such free-lunch?
Going out with someone and hoping that the person has got no hidden agenda?
Today, accidently, he asked me and Fitri having lunch together at the fish-soup store Yongkee.
I know it has a quite expensive rate, therefore i never dare to eat at that place, i dont like spending my rupiahs for a bowl of soup ...

At the gathering, we spoke about several topics just around the office-stuff. Its a bit irretating for me to hear he mentioned the word "stupid" to C003 and M007, on order to describe "the three musketeers" (who tought us).

I am now starting to think that probably E007 was right, about journalist all about.
Great journalist is actually "named" based on his/her writing works.. the readers always feel facinated with what you write, your statements, and how all of those really efecting the readers.

Great journalist is not evaluated by his/her structural position at the office. the question which delivered at the 1st reader's sentence should be commenting your writings, instead of "so ... what is your official position now" nor "how is ANTARA? how many fresh journalists added to the office?"

i dont know what to say, but i always believe that great journalist is automaticly famous people. the kind of famous that he/she deserve, as a journalist who writes and spread the genuine and inspiring news.
while the manager kind journalist is actually always concerning about how to sell your news and motivating the others.
two kind of people is actually good for the company, if only they know and totally understood what they are. Also what company needs them to do.
genuine journalist create top stories that makes the company gain some "trust" and Honour.
top manager makes the company runs well, pay good salary to the journalists, and of course do the selling better.

theres no reason to hate each other, if only reasons to built the company is everyone's motivation. if only people can kill their short-term interests for the sake of the long-life the company who pays them.

And back to the question, is there any stuff such a free-lunch? i might say, it is still possible...
hehehehe ^_^ i need more free-lunch!

Sunday, November 13

Towards a Leader-led East-Asia Summit

The inaugural East Asia Summit is being held in Kuala Lumpur at the same time as trade ministers from the 148 members of the World Trade Organisation meet in Hong Kong to hammer out an agreement for global trade.
The talks on liberalising world trade have ended in failure and mutual recrimination this week, and the negotiators are now desperately seeking face-saving measures and are expected to downgrade their expectations.
The situation was no different when former prime minister Tun Dr Mahathir Mohamad first proposed the East Asia Economic Grouping (EAEG). The Uruguay Round of trade negotiations, then under the auspices of the General Agreement on Tariffs and Trade (Gatt), were in serious trouble. Developing countries had little clout in the negotiations; they were "locked" out of the "green rooms", their voice not heard and their concerns not listened to by the major developed powers.
The EAEG - later renamed the East Asia Economic Caucus (EAEC) with the proposed membership to include Asean members, China, Japan and South Korea - was designed to give countries in the region a collective voice in multilateral negotiations, including world trade.
But it was vehemently opposed by the United States. Washington described the proposal as "drawing a line in the Pacific". The first President Bush's Secretary of State, James Baker III, admitted in his book "The Politics of Diplomacy" that "in private, I did my best to kill it" even though in public "I took a moderate line".
But the idea did not die. The East Asian financial crisis only served to emphasise the need for the region to co-operate and to devise self-help measures. Thus the EAEC idea - which evolved into the Asean-plus-three concept, the precursor of the East Asia Summit - gained greater acceptance in the region even though the US and other countries continued to see it as a "threat". Much water has flowed under the bridge and the idea has come to fruition.
But it is deja vu all over again. The trade talks under the auspices of the WTO have stalled, the blame game between the developed countries continues with developing countries complaining that they are being ignored and left out of the action.Tensions between the developed and developing countries have risen to the surface.
Indian Trade Minister Kamal Nath, an important player in the negotiations for developing countries, says European Union Trade Commissioner Peter Mandelson wants his "pound of flesh".
Agriculture, specifically the massive subsidies offered to farmers by developed nations, continues to be a major contentious issue. While the Americans say that EU has not gone far enough, Mandelson has dug in his heels, adding that the "European Union won't flex any further than it has on agricultural tariffs and subsidies" and "this I will not give".
With negotiators unable to make headway and desperate for face-saving measures "as there just isn't time enough in the light of the divergence", leaders may have to provide the necessary push for an acceptable outcome.
And leaders who will be in Kuala Lumpur for the Asean and East Asia Summits, at the same time when world trade ministers gather in Hong Kong, could help provide the necessary push to the Doha Development Round.
Collectively, the 16 nations, Asean 10, China, Japan, South Korea, India, Australia and New Zealand, account for more than 30 per cent of world trade, some 22 per cent of global GDP and about half of the world's population. They are better placed to speak for the poor and developing countries and have vested interests to see the Doha Round succeed.
Far from being a "black box", the grouping will by necessity and by choice be an "open and inclusive organisation" and remain engaged with other regions and nations. A "closed trade bloc is not an option for East Asia" and the US and others should have no worries or concerns.
Asean, which is at the core of the East Asia Summit, has demonstrated that it is outward looking and not exclusive. This is clearly evident in its willingness to include countries like Australia, India and New Zealand in the inaugural summit.
East Asia has been a valuable partner in global peace and stability by ensuring regional peace and security. The Summit in Kuala Lumpur will reiterate the region's continued commitment to peace and security and its importance for trade expansion and development.
Prime Minister Datuk Seri Abdullah Ahmad Badawi said it would be a "leaders-led summit". In most meetings and summits, the senior officials work out details of discussions for the leaders. And it usually turns out that the leaders review and endorse the submissions made to them.
However, in this case Abdullah, who will chair the summit, stressed that he wanted it to be a truly leaders-led summit, where the leaders would come out with something worthwhile.
Thus, in addition to working out a "shared vision for Asia", the leaders would also be helping the poor and unfortunate gain from world trade by helping to push the process forward, help alleviate poverty, help to give the world economy a boost and help achieve the stated goals of the Doha Development Agenda.
This will be a major and significant contribution of the inaugural East Asia Summit, not only for the region but also for the multilateral trading system and stem the rising tide of protectionism.

kenapa ASEAN penting?

1. Asia Tenggara dihuni oleh tak kurang dari 550juta orang, dengan kata lain populasi di kawasan tersebut mencapai sekitar separuh jumlah penduduk Cina dan India, sedikit lebih banyak dibandingkan dengan penduduk Uni Eropa/UE (450juta) atau NAFTA (433juta)

2. Secara ekonomi, Asia Tenggara sangatlah signifikan karena daerah itu amat kaya akan sumber daya alam, termasuk sumber-sumber energi. Kawasan Asia Tenggara merupakan pasar ekonomi yang dinamis untuk penanaman modal asing dan perdagangan bebas. Khusus FDI Amerika di Asia Tenggara tercatat mencapai 2,92miliar dolar AS. Asia Tenggara juga merupakan pasar tujuan ekspor AS terbesar ke-4 di dunia.

3. Letak geografis Asia Tenggara sangatlah strategis, di antara Cina dan Jepang (timur) serta India (barat). Sejarah menunjukkan bahwa kasawan Asia Tenggara telah dipengaruhi oleh kebudayaan Cina dan India, itu pula sebabnya mengapa Perancis dulu menyebut koloninya di Asia Tenggara dengan nama “IndoChina�. Kebangkitan Cina dan India akan pula mengembangkan kawasan Asia Tenggara. Sebagai bukti, saat ini saja terdapat sekitar 1.500 perusahan India dan 1.000 perusahaan asal Cina yang beroperasi di Singapura. Mereka menganggap Singapura sebagai negeri yang kondusif bagi bisnis, dengan kata lain Asia Tenggara adalah jembatan antara Cina dan India.

4. Asia Tenggara juga strategis dalam hal transportasi. Selat Malaka, yang terletak di Singapura, Malaysia, dan Indonesia, merupakan salah satu perairan terpadat di dunia. Selain Selat Malaka, beberapa selat “padat� lain di Asia Tenggara adalah Selat Singapura, Selat Lombok, dan Selat Sunda. Selat Malaka dan Selat Singapura merupakan perairan paling ramai. Tiap tahunnya, tak kurang dari 50ribu kapal laut, yang membawa seperempat perdagangan dunia dan 50 persen arus pemasokan minyak, berlalu-lalang di kedua selat tersebut.

5. Sepuluh negara yang terletak di kawasan Asia Tenggara merupakan negara-negara yang “akrab� dengan AS, bahkan dua di antara (Filipina dan Thailand) merupakan sekutu AS. Singapura, negeri yang berlambang singa itu, juga merupakan mitra strategis Amerika. Di kawasan Asia Tenggara pula, terdapat tiga negara yang berpopulasi mayoritas Muslim, yakni Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Di Asia Tenggara, terdapat sekitar 250juta orang yang beragama Islam. Tiga negara itu telah menunjukkan bahwa Islam tidaklah bertentangan dengan modernitas.

Seringkali, Amerika salah menilai ASEAN, organisasi regional di kawasan Asia Tenggara yang berdiri pada 8 Agustus 1967 itu, sebagai forum yang tak lebih dari “talk shop�.

Apakah yang telah dicapai oleh ASEAN selama 38 tahun terakhir?

ASEAN telah mempu menjaga perdamaian di kawasan Asia Tenggara. ASEAN juga sukses menyatukan anggota-anggotanya dari keberagaman tanpa berubah menjadi kawasan “balkan�.

ASEAN juga berhasil menciptakan kawasan perdagangan bebas serta menurunkan tarif hingga di bawah 5 persen. Wadah kerja sama itu pun senantiasa memperluas integrasi ekonominya di sektor pertanian dan jasa serta melahirkan rejim investasi yang harmonis.
Pencapaian itu sejalan dengan tiga tujuan utama ASEAN, yakni menciptakan kerja sama komunitas ekonomi, sosio-kultural, dan keamanan di kawasan Asia Tenggara.
ASEAN layak disebut sebagai organisasi regional paling berhasil di dunia, setelah Uni Eropa, dan paling sukses di kalangan negara-negara berkembang.
ASEAN juga mengambil peran penting sebagai katalis dalam pengembangan kerja sama serta dialog intra-regional dan inter-regional, contoh peran-peran ASEAN di APEC, ASEAN Regional Forum (ARF), dan berbagai pertemuan bi-partit.
Organisasi regional itu juga telah mengumpulkan Uni Eropa dan negara-negara di kawasan Asia Tenggara, lewat ASEM yakni 25 negara UE bertemu dengan 13 negara di Asia Timur.
Kerja sama juga diperluas ke Amerika Latin (FEALAC), sebuah forum yang menyatukan negeri-negeri Asia Tenggara, Australia, Selandia Baru, serta Amerika Selatan.
Pada akhir tahun 2005, ASEAN bahkan akan menggelar KTT Asia Timur (EAS), sebuah forum yang mempertemukan ASEAN dengan Cina, Jepang, Korea, Australia, Selandia Baru, dan India.
Bisa dikatakan, ASEAN memainkan peran yang sangat penting dalam proses arsitektur regional di kawasan Asia Timur dan sekitarnya.

Layaknya gadis muda yang cantik nan molek, ASEAN diincar oleh demikian banyak “pelamar�, sebut saja Cina, Jepang, Korea, India, Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat, Uni Eropa dan Rusia.

Dalam KTT ke-11 ASEAN di Kuala Lumpur Malaysia (2005) bahkan akan menjadi saksi pelaksanaan KTT ASEAN-Rusia untuk pertama kalinya.
Di antara para “pelamar� itu, Cina merupakan kandidat yang paling unggul saat ini, karena negeri tirai bambu tersebut telah berhasil menghapuskan berbagai kecurigaan di masa lalu dan membangun citra positif dengan negara-negara ASEAN.

Berkebalikan dengan itu, Amerika Serikat justru “mendekati� ASEAN dengan begitu banyak strategi agenda negatif, mulai dari “penekanan� terhadap Myanmar, isu terorisme, hingga politik Islam.

Negeri Paman Sam belum konsisten dan berkonsentrasi penuh dalam berhubungan dengan ASEAN, belum ada kebijakan nasional yang khusus berorientasi “merebut hati sang gadis muda lagi molek� bernama ASEAN.

siapa gerangan dirinya?

"Aku sayapnya... tambatan hatinya
Yang mengilhami tiap langkah hidupnya
Begitu adanya... dalam goresan pena
Ia suratkan berkala untukku
Tak sekalipun kujumpai dia

Tak pernah berhenti mencintaiku
Seluruh jiwa raga meskipun samar
Siapakah gerangan dirinya?

Aku nafasnya mungkin pula nadinya
Kan menjaga denyut jiwanya
Berartinya aku di mata hatinya
T'lah meniupkan cinta sejatinya
Sungguh enggan ia merelakan aku

Tak pernah berhenti mencintaiku
Seluruh jiwa raga hati meskipun samar
Siapakah gerangan dirinya?"

Siapa Gerangan Dirinya - PADI -


Semalam gw nonton Padi by Request di SCTV.
Band yang lagu2nya pernah gw gilai pada saat kuliah ternyata masih "sedahsyat" dulu.
Rasanya baru kemarin gw untuk pertama kalinya beli kaset Padi di Jogja..
Gak kerasa semuanya berubah, beda banget keakraban gw sama Rendra, entah di mana sobat yang satu itu sekarang ...
Semoga semua mimpi dan cintanya sudah bisa kesampaian, meski itu berarti gw gak pernah bisa ngobrol lagi ma Rendra.
Live goes on, mungkin kelak kalo gw main ke Jogja, gw akan sempatkan diri untuk berkunjung ..... maybe.

"Ketika keretaku tak datang lagi
Menjeput cintaku yan telah.. lama mati
Seperti layaknya bintang.. tak bersinar
Namun aku masih tetap tersenyum

Ketika kekasihku menginggalkan aku
Ku tak tahu kemana dia telah pergi
Tak tersentuh, tak terjamah, tak kudengar lagi
Namun aku masih menikmati hidup...

Ketika keretaku telah datang kembali
Membawa cintaku tertera di dasar hati
Menawarkan kepedihan di antara tawa
Namun aku masih tetap tersenyum"

Masih Tetap Tersenyum - PADI -

Saturday, November 12

TWIN TOWERS...I'M GONNA GET YOU SOON


Hehehe .... gokil yah gw! Tapi emang bener neh .. gw bakal berada di sana, and ambil gambar langsung ^_^
Semoga menjadi kenyataan .... wish me luck!

Apakah bakal setinggi yang kata orang bilang? The Highest in Southeast Asia? The second highest in the world? Hmm.....
ANdai aja gw bisa ajak temen and My Mommie ke sana, hiks, pasti lebih asik yah?

Friday, November 11

ASEAN ABOUT .... nyicil neh ^_^


Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) dibentuk berdasarkan Deklarasi ASEAN (kemudian dikenal dengan nama Deklarasi Bangkok), yang ditandatangani pada 8 Agustus 1967 di Bangkok Thailand oleh lima Menteri Luar Negeri (Menlu) yakni Adam Malik (Indonesia), Narciso R. Ramos (Filipina), Tun Abdul Razak (Malaysia), S. Rajaratnam (Singapura), dan Thanat Khoman (Thailand).

Sebelum ASEAN, telah ada perkumpulan regional di kawasan Asia Tenggara yakni Association of Southeast Asia (ASA), yang dibentuk berdasarkan inisiatif Perdana Menteri Malaysia Rahman. ASA yang berdiri pada tahun 1961 itu beranggotakan Thailand, Filipina, dan Federasi Malaysia.

Perang Vietnam, yang terjadi mulai tahun 1957, memicu terwujudnya kerja sama regional yang lebih aktif. Ketika ASA mengalami kemandekan menyusul bermacam konflik di antara negara anggota, muncullah keinginan besar dari negara-negara lain di Asia Tenggara, antara lain Indonesia dan Singapura, untuk membentuk badan kerja sama regional yang baru.

Selain ASA, organisasi kerja sama regional di Asia Tenggara sebelum ASEAN adalah Maphilindo, sebuah aliansi yang beranggotakan Malaysia, Filipina, dan Indonesia.

ASEAN sendiri merupakan asosiasi regional yang terdiri atas berbagai keberagamanan. Jumlah Muslim di Asia Tenggara merupakan jumlah yang terbanyak dibandingkan kawasan lain di dunia, yakni sekitar 250 juta orang (mayoritas terdapat di Indonesia dan Malaysia). Agama lain yang cukup banyak dianut adalah Budha dan Katholik.

Asosiasi bangsa Asia Tenggara merupakan perkumpulan yang mencakup 8 persen dari total populasi dunia, dengan kata lain kawasan Asia Tenggara dihuni oleh tak kurang dari 500juta orang. Dengan luas wilayah sekitar 4,5juta Km2, keseluruhan negara ASEAN tercatat memiliki pendapatan domestik 737miliar dolar AS dan volume perdagangan mencapai 720miliar dolar AS.

ASEAN 10

Pada Deklarasi Bangkok disebutkan bahwa semua negara yang terletak di Asia Tenggara berhak bergabung dengan ASEAN, meskipun tidak menjelaskan secara rinci tentang prosedur perluasan keanggotaan ASEAN.

Pada November 1971 di Kuala Lumpur Malaysia, para Menlu ASEAN bertemu untuk mengadopsi Deklarasi Zona Netralitas, Kebebasan, dan Perdamaian (ZOPFAN), menyusul situasi kekinian di kawasan tersebut setelah kebijakan AS yang mengurangi kehadirannya di Asia (sesuai dengan Doktrin Presiden Nixon). Situasi politik saat itu juga sangat dipengaruhi oleh kunjungan Presiden Nixon ke Cina dan keanggotaan Cina di Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).

Dalam Deklarasi ZOPFAN tercantum bahwa negara ASEAN bersepakat untuk mewujudkan dan menghargai kawasan Asia Tenggara sebagai sebuah zona damai, bebas, dan netral dari semua bentuk interfensi pihak luar.

Pada Januari 1973, negara-negara ASEAN menandatangani Vietnam Peace Accord. Menlu ASEAN berkumpul pada Februari tahun yang sama untuk membahas isu kedamaian dan stabilitas regional pasca Perang Vietnam. Mereka pun kemudian meluncurkan visi “ASEAN 10� dan berkomitmen membangun ulang kawasan Indo-China.

KTT ASEAN pertama kali diselenggarakan di Bali Indonesia pada Februari 1976. Pertemuan itu mengekspresikan kesiapan ASEAN untuk membangun hubungan yang bersahabat dengan negara-negara Indo-China serta menekankan penerimaan mereka tersebut dalam Treaty of Amity and Cooperation (TAC) – yang juga disepakati pada KTT tersebut.

Keanggotaan ASEAN pun mulai meluas pada tahun 1984, dengan bergabungnya Brunei Darussalam tepat satu pekan setelah negara itu merdeka dari Inggris. Pada 8 Januari 1984, Brunei secara resmi menjadi anggota ASEAN ke-6.

Menjelang akhir tahun 1980-an, ASEAN mencapai stabilitas regional serta perkembangan ekonomi yang sangat pesat, menyusul berakhirnya Perang Dingin, penarikan tentara Vietnam dari Kamboja, dan ditandatanganinya Kesepakatan Damai Kamboja.

Bermodal stabilitas kawasan, pertumbuhan ekonomi, dan kerja sama intra-regional itulah ASEAN dapat mengembangkan inisiatif diplomatik resmi seperti ASEAN Regional Forum (ARF), Asia-Europe Meeting (ASEM), serta Kesepakatan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (AFTA).

Sementara itu Vietnam mengakhiri konfrontasinya dan bergabung dengan ASEAN sebagai negara anggota ke-7, tepat pada 28 Juli 1995.

Dalam KTT informal pertama pemimpin ASEAN yang dilaksanakan pada November 1996 di Jakarta, Laos, Kamboja, dan Myanmar secara tidak resmi diterima masuk ke dalam ASEAN. Kontak senjata di Kamboja pada bulan Juli 1997 menunda negeri itu bergabung ke ASEAN, sementara Laos dan Myanmar justru secara resmi diterima sebagai anggota ke-8 dan ke-9.

Keanggotaan Kamboja baru disetujui pada Desember 1998 dalam KTT ASEAN ke-6 di Hanoi Vietnam. Secara resmi negeri itu pun kemudian bergabung sebagai anggota ASEAN per 30 April 1999, sekaligus melengkapi Visi “ASEAN 10� yang melingkupi semua negara di kawasan Asia Tenggara setelah 30 tahun terbentuk.

BADAN-BADAN INTI

ASEAN memiliki beberapa badan inti yang mengadakan pertemuan secara rutin dan negara pelaksananya ditentukan sesuai giliran.

KTT ASEAN (ASEAN Summit) merupakan badan tertinggi dan paling bergengsi. Pertemuan tingkat kepala negara itu diselenggarakan setiap tahun. Sementara KTT Informal dan berbagai pertemuan lainnya dilakukan pada sela-sela tahun.

Giliran sebagai tuan rumah penyelenggara KTT ASEAN adalah ketua ASEAN pada tahun itu.

KTT pertama ASEAN digelar di Bali (Februari 1976), kedua di Kuala Lumpur (Agustus 1977), ke-tiga di Manila (Desember 1987), ke-empat di Singapura (Januari 1992), ke-lima di Bangkok (Desember 1995), ke-enam di Hanoi (Desember 1998), ke-tujuh di Bandar Seri Begawan (November 2001), ke-delapan di Phnom Penh (November 2002), ke-sembilan di Bali (Oktober 2003), dan terakhir ke-sepuluh di Vientiane (November 2004).

Pada Desember 2005, Malaysia akan menjadi tuan rumah KTT ASEAN yang ke-11. Dalam pertemuan itu, Malaysia juga akan menggelar KTT Asia Timur (East Asia Summit/EAS) untuk pertama kalinya.

Sebagai organisasi kerja sama regional untuk bidang politik, ekonomi, dan kebudayaan, ASEAN secara rutin menggelar pertemuan dialog dengan negara-negara mitra dan organisasi lain, yang dikenal dengan istilah mitra dialog ASEAN.

Mitra dialog ASEAN tersebut adalah Australia, Kanada, Republik Rakyat Cina, Korea Utara, Korea Selatan, Amerika Serikat, India, Jepang, Mongolia, Selandia Baru, Rusia, dan Uni Eropa.


Sementara itu, Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ASEAN dibentuk dalam Deklarasi Bangkok. Tugas utamanya antara lain mengembangkan koordinasi dan perencanaan kerja sama dalam ASEAN.

KTM Ekonomi ASEAN (AEM) pertama kali digelar di Jakarta pada tahun 1975, dan secara resmi menjadi bagian dari sistem ASEAN sejak 1977.

Badan lain yang juga sangat penting bagi ASEAN adalah Sekretariat ASEAN, yang berkantor pusat di Jakarta. Badan yang pertama kali dibentuk dalam KTT I ASEAN itu dipimpin oleh seorang Sekretaris Jendral (Sekjen) dan dipilih berdasarkan giliran negara-negara anggota.

Saat ini diplomat senior asal Singapura, Ong Keng Yong(51), menjabat sebagai Sekjen ASEAN sejak 6 Januari 2003. Ong adalah lulusan Universitas Singapura dan Universitas Georgetown.

Ia memulai karirnya sebagai diplomat sejak 1984, bergabung selama 10 tahun bekerja di Saudi Arabia, Malaysia, Amerika Serikat sebagai anggota korps diplomatik Singapura. Pada tahun 1994-1996 Ong merupakan juru bicara Kementrian Luar Negeri Singapura, dilanjutkan sebagai Duta Besar untuk India dan Nepal, hingga 1998.

ASEAN Vision 2020


Pada KKT Informal pertama di Jakarta tahun 1996, para pemimpin ASEAN sepakat untuk membentuk rancangan visi kawasan Asia Tenggara hingga tahun 2020. “ASEAN Vision 2020� sendiri secara resmi baru diadopsi negara-negara anggota pada KTT Informal kedua di Kuala Lumpur (1997).

Rencana aksi penerapan “ASEAN Vision 2020� berdurasi enam tahun-an. Rencana aksi yang pertama adalah tahun 1999-2004, dikenal dengan Hanoi Plan of Action (HPA), yang diadopsi dalam KTT ke-6 ASEAN, Hanoi (Desember 1998).

Dalam KTT ke-10 di Vientiane Laos (2004), HPA dilanjutkan dengan Vientiane Plan Programme (VAP), rencana kerja yang juga berdurasi enam tahun. Fokus VAP adalah memperdalam integrasi regional dan mengurangi kesenjangan pembangunan di kawasan Asia Tenggara.

Para pemimpin ASEAN di Vientiane sepakat membentuk ASEAN Development Fund (ADF) guna mendukung penerapan VAP dan program-program perencanaan berikutnya.

Inti “ASEAN Vision 2020� adalah rencana pembangunan regional
yang berorientasi masa-menengah, mengupayakan pembangunan kawasan dalam tempo 20
tahun ke depan. Bentuk kerja sama meliputi bidang ekonomi, politik, keamanan,
dan kebudayaan.


Fokus “ASEAN Vision 2020� adalah upaya mempererat kerja sama ASEAN dengan para negara mitra dialog dan organisasi-organisasi lainnya.

Politik dan Keamanan


ASEAN memiliki berbagai kesepakatan serta kerja sama di bidang politik dan keamanan, mulai dari Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (TAC) hingga Deklarasi Laut Cina Selatan.

TAC diadopsi dalam KTT pertama ASEAN di Bali (Februari 1976). Kesepakatan internasional itu melingkupi pengembangan serta pembinaan hubungan damai antar negara anggota ASEAN, sesuai dengan Charter of the UN.

Penandatanganan TAC dilakukan secara berurutan, lima negara pendiri ASEAN memulainya pada tahun 1976. Lalu Brunei pada 1984, Papua New Guinea tahun 1989, Vietnam dan Laos pada 1992, Myanmar dan Kamboja pada tahun 1995.

Vision for the Zone of Peace, Freedom and Neutrality (ZOPFAN), yang dicantumkan dalam Deklarasi Kuala Lumpur (1971), bertujuan menciptakan kawasan Asia Tenggara yang bebas dan netral dari pengaruh serta tekanan mana pun dari luar.

Treaty on the Southeast Asia Nuclear Weapon-Free Zone (SEANWFZ) ditandatangani oleh negara-negara ASEAN sebagai salah satu penerapan ZOPFAN. Tujuannya tak lain adalah mempertahankan kedamaian dan stabilitas kawasan, mencegah penggunaan senjata nuklir, mengupayakan pelucutan senjata nuklir, serta turut membantu menciptakan dunia yang aman dan damai.

Perjanjian tersebut ditandatangani pada KTT ke-5 ASEAN di Bangkok (1995) dan aktif berlaku per Maret 1997.

Deklarasi ASEAN tentang Laut Cina Selatan, disusun dalam KTM ke-25 ASEAN pada tahun 1992, mengupayakan agar segala masalah di kawasan Laut Cina Selatan dapat diselesaikan dengan cara-cara damai dan efektif.

Thursday, November 10

Isenk aja sih ... btw, azahari positif tewas

BATU, KOTA BERHAWA SEJUK ITU "MEMANAS"

Surabaya, 9/11 (ANTARA) - Kota Batu, Jawa Timur yang berhawa sejuk itu tiba-tiba "memanas", setelah pada Rabu (9/11) petang, beberapa kali ledakan bom dan senjata menggema dari kawasan Perumahan Flamboyan Indah Blok A/1, di kota berpenduduk 166.882 jiwa tersebut.

Ledakan yang diperkirakan mencapai 11 kali itu berawal ketika aparat dari jajaran Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Terorisme Mabes Polri, berusaha menyergap lokasi yang ditengarai sebagai tempat persembunyian tokoh asal Malaysia yang paling dicari terkait dengan terorisme di Tanah Air, Dr Azahari dan Noordin M Top.

Menurut saksi mata, penyergapan yang diwarnai baku tembak serta dua kali ledakan keras yang terdengar hingga radius beberapa kilometer dan beberapa kali --sembilan-- di antaranya ledakan-ledakan kecil, dilaporkan menelan empat korban jiwa di pihak tersangka teroris dan seorang anggota polisi luka-luka.

Korban meninggal yang hingga kini belum diketahui identitasnya dan masih berada di TKP, belum dievakuasi itu, diduga merupakan penghuni Villa Nova Perumahan Flamboyan yang menjadi target penyergapan aparat, sedangkan satu korban luka-luka diketahui dari aparat kepolisian bernama Brigadir Khairuddin, anggota Tim Anti Teror Densus 88 Mabes Polri.

Penyergapan kawanan teroris tersebut, sempat menyita perhatian masyarakat setempat. Masyarakat tampak memadati sekitar lokasi penyergapan. Meskipun demikian, lokasi penyergapan kini dijaga ketat aparat keamanan dan telah dipasang garis pembatas polisi (police line).

Bahkan warga sekitar TKP, beberapa di antaranya harus mengungsi ke rumah tetangga atau kerabat terdekat, karena was-was. Sementara aliran listrik sekitar kejadian malam itu padam. Hanya rumah Darsa yang dimanfaatkan Kapolri dan Pangdam V Brawijaya serta Walikota Batu untuk menjadi tempat pertemuan --koordinasi-- dilengkapi generator listrik menyala.

Ratusan wartawan yang ingin meliput aksi penyergapan juga tertahan pada jarak sekitar 200 meter dari, sedangkan masyarakat yang terlihat menyemut, tampak menumpuk pada jarak sekitar 500 meter dari lokasi penyergapan.

Kapolda Jatim, Mayjen Pol Edy Sunarno, Pangdam V/Brawijaya Mayjen TNI Samsul Mappareppa dan Kapolri Jenderal Sutanto, segera meluncur ke lokasi penyergapan yang berjarak sekitar 102 kilometer selatan Surabaya, atau 18 kilometer barat daya Kota Malang.

"Hiruk-pikuknya" Kota Batu yang dikenal sebagai kawasan produsen apel itu, memang cukup mengagetkan masyarakat setempat. Sebab, "Kota Apel" Batu, selama ini dikenal sebagai kota tujuan wisata andalan di Jawa Timur yang tenang dan berhawa sejuk.

Penyergapan yang sempat "memanaskan" situasi Kota Batu itu, mendapatkan tanggapan beragam dari masyarakat luas. Tetapi, dari tanggapan tersebut tampaknya banyak yang memberikan penilaian positif atas kerja aparat dalam memburu para teroris.

Peristirahatan

Kota Batu yang memiliki luas 202.800 km persegi, di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Dau dan Kecamatan Wagir, sebelah barat dengan Kecamatan Pujon, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Karang Ploso dan Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, sedangkan sebelah utara dengan Kabupaten Mojokerto dan Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan.

Wilayah kota Batu --Dati II termuda/bungsu ke-38 di Jatim--, terdiri dari tiga kecamatan dan 23 desa/kelurahan. Ketiga kecamatan itu adalah Kecamatan Batu, Kecamatan Bumiaji dan Kecamatan Junrejo.

Menurut sejarah, sejak abad ke sepuluh, wilayah Batu dan sekitarnya dikenal sebagai tempat peristirahatan keluarga kerajaan Singosari, karena wilayah tersebut merupakan daerah pegunungan berhawa sejuk, nyaman dan didukung panorama alam pegunungan menawan. Pada masa pemerintahan Raja Mpu Sendok, seorang petinggi kerajaan bernama Mpu Supo, diperintah Raja Sendok untuk membangun tempat peristirahatan keluarga kerajaan di pegunungan yang di dekatnya terdapat mata air. Lokasi tersebut kini dikenal sebagai kawasan Wisata Songgoriti, yang letaknya berdekatan dengan kawasan Perumahan Flamboyan.

Kota Batu terletak di dataran tinggi di kaki Gunung Panderman dengan ketinggian berkisar 700 hingga 1.100 meter di atas permukaan laut.

Sementara itu, nama Batu yang hingga kini belum diketahui kapan digunakan. Tetapi, berdasarkan penuturan pemuka masyarakat setempat, sebutan Batu berasal dari nama seorang ulama pengikut Pangeran Diponegoro yang bernama Abu Ghonaim atau disebut sebagai Kyai Gubug Angin yang selanjutnya masyarakat setempat akrab menyebutnya dengan panggilan Mbah Wastu.

Diduga karena kultur Jawa yang sering memperpendek dan mempersingkat mengenai sebutan nama seseorang yang dirasa terlalu panjang, maka nama Mbah Wastu kemudian disingkat dengan sebutan Mbah Tu dan selanjutnya berubah menjadi Mbatu.

Informasi dari Infokompus Kota Batu, menyebutkan, Abu Ghonaim atau Mbah Wastu yang memulai kehidupan barunya bersama dengan masyarakat serta ikut berbagi rasa, pengetahuan dan ajaran yang diperolehnya semasa menjadi pengikut Pangeran Diponegoro.

Akhirnya banyak penduduk dan sekitarnya dan masyarakat yang lain berdatangan dan menetap untuk berguru, menuntut ilmu serta belajar agama kepada Mbah Wastu. Mereka hidup dalam kelompok (komunitas) di daerah Bumiaji, Sisir dan Temas, akhirnya lambat laun komunitasnya semakin besar.

Sebagai layaknya Wilayah Pegunungan yang subur, Batu dan sekitarnya juga memiliki panorama alam yang indah dan berudara sejuk. Hal itu, kemudian menarik minat masyarakat lain untuk mengunjungi dan menikmati Batu sebagai kawasan yang mempunyai daya tarik tersendiri.

Pada awal abad XIX, Batu berkembang menjadi daerah tujuan wisata, khususnya bagi orang-orang Belanda, sehingga orang-orang Belanda itu pun membangun tempat-tempat peristirahatan (Villa) bahkan bermukim di Batu.

Situs dan bangunan-bangunan peninggalan Belanda atau semasa Pemerintahan Hindia Belanda itu pun, masih berbekas bahkan menjadi aset dan kunjungan wisata hingga saat ini. Setiap akhir pekan "weekand", Batu dipadati misatawan nusantara (wisnus) dan wisatawan lokal (wislok). Bangsa Belanda cukup kagum dengan keindahan dan keelokan Batu. Karena itu, tidak berlebihan jika bangsa Belanda menyejajarkan wilayah Batu dengan sebuah negara di Eropa, yaitu Switzerland (Swiss) dan memberikan predikat sebagai "De Klein Switzerland" atau "Swiss Kecil" di Pulau Jawa.

Batu sebelumnya hanyalah merupakan kecamatan, bagian wilayah Kabupaten Malang dan dibentuk serta diresmikan menjadi Kota Administrasi pada 6 Maret 1993. Atas persetujuan DPRD Kabupaten Malang dan Bupati Malang, maka pada 10 April 1995 statusnya ditingkatkan menjadi Kota Madya Batu.

Setelah melalui proses yang panjang, usai Pemilu 1999 atau tepatnya 12 Januari 2001, terbit Keputusan Presiden Republik Indonesia tentang penetapan Jumlah dan Tata Cara Pengisian Keanggotaan DPRD Propinsi dan Kabupaten/Kota. Batu selanjutnya resmi menjadi Kota berdasarkan UU No 11 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Batu, "cerai' dari induknya, Kabupaten Malang.

Kini, kota berhawa sejuk itu tiba-tiba "memanas", dan gaungnya pun tidak saja "menyebar" ke seluruh nusantara, tetapi juga melewati batas negara. (T.S021*C004)

Monday, November 7

PREPARATION .....

its getting closer to the big date, but still i have to work harder to find topics that interested most. hari ini gw surfing banyak informasi, same as yesterday. sekalian gw print, supaya gampang gw baca and highlight.
sebenernya banyak topik bagus yang bisa gw angkat, tapi liat nanti deh ya ...
gw lagi merencanakan bisa dapet kesempatan wawancara eksklusif dengan beberapa orang di jakarta, antara lain marty n, yuri t, sekjen asean, hasyim djalil, and rizal sukma.
hm .... banyak yah!
bacaan gw juga masih harus di-up-date banyak neh ...
oh iya, baru inget, kemungkinan gw juga mau wawancara ma dubes jepang untuk indonesia ah ... kayaknya akses ke sana lebih mudah ... ^_^

Wednesday, November 2

yesterday ....

kemarin gw dapet info bagus ... kesempatan emas bagi gw untuk berkembang dan menunjukkan potensi yang ada.
manajemen nunjuk gw untuk liput 11th ASEAN SUMMIT di KL, Malaysia.
acaranya mulai 6-14 Desember, jadi gw berharap bisa tiba di sana sebelum tanggal 6.
ini bakal jadi pengalaman gw yang paling berkesan seumur hidup!
btw, kemarin juga gw telp amin, pas dia yang nerima. entah yaa pembicaraan mengalir santai aja ... gw banyak ngakak .... cerita soal plan to KL next month. dia sendiri cerita kalo lagi masa percobaan di sebuah perusahaan batu bara di Kalimantan.